FRACTURE CRURIS

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat,
2004) sedangkan yang dimaksud fraktur kruris adalah patah pada batang tibia
dan fibula (Sjamsuhidajat, 2010). 

 Fraktur lebih sering terjadi pada orang
laki-laki daripada perempuan dengan usia dibawah 45 tahun, sedangkan pada
orangtua khususnya wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki. Hal
ini dihubungankan dengan adanya osteoporosis yang mengakibatkan perubahan
hormon saat
menopause (Reeves, 2001). Sekitar 60-75% korban pengendara
motor atau sepeda mengalami fraktur pada daerah tibia karena bemper mobil rata-rata tingginya sama dengan tungkai bawah (Sjamsuhidajat, 2010). 

Bila terjadi fraktur tersebut, maka dilakukan pemasangan internal fiksasi berupa pelat dan
sekrup (Sjamsuhidajat, 2010). Adapun masalah yang timbul setelah
pemasangan tersebut adalah (1) nyeri karena disebabkan oleh luka operasi
(Sjamsuhidajat, 2010); (2) bengkak paska operasi; (3)
deep vein thrombosis;
(4) gangguan pernafasan; (5) keterbatasan gerak; (6) penurunan kekuatan otot; (7)
keterbatasan aktifitas fungsional serta keterbatasan/kesulitan dalam mengontrol
berat badan dan aktivitas yang menggunakan fleksi lutut berupa duduk dan berdiri
dari kursi, naik dan turun tangga, membungkuk dan berjongkok (Kisner,
2007).

Menurut (Solomon, 2010) mengatakan bahwa fraktur tibia dan fibula
dapat terjadi bila ada benturan benda keras maupun kecelakaan lalu lintas
sehingga menimbulkan
trauma. Trauma tersebut dapat berupa daya pemutar
sehingga membentuk fraktur
spiral dan daya angulasi yang mengakibatkan fraktur
berbentuk
oblik yang akan mengakibatkan cedera langsung, sehingga dilakukan
operasi pemasangan
plate dan screw

Menurut (Thomas, 2011:12) menyatakan
bahwa operasi
plate dan screw adalah pemasangan plate logam tipis, persegi
dengan permukaan lengkung yang sesuai dengan kelengkungan tulang dan
dilekatkan dengan
screw sehingga menciptakan kompresi pada tempat fraktur.
Menurut (Lewis, 2011) mengatakan bahwa operasi tersebut akan mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang meliputi otot, saraf dan pembuluh darah, apabila
terjadi kerusakan maka fungsinya akan terganggu.

Solusi yang bisa dilakukan fisioterapi untuk mengurangi dampak yang terjadi paska
operasi menurut Kisner (2007) diberikan
(1) breathing exercise untuk komplikasi
paru paska operasi awal, latihan pernafasan dimulai setelah operasi dan dilakukan
sesegera mungkin untuk mengurangi resiko
pneumonia/atelektasis;
(2) Latihan aktif assisted, aktif, pasif untuk menambah ROM, dan Bracker (2011) mengatakan
(3) latihan
ankle pumping untuk mengurangi bengkak. Sedangkan (Thomas,2011)
mengatakan perlunya (4) Latihan penguatan dengan
isometrik untuk mengatasi
penurunan kekuatan otot dan (5) latihan streching untuk penguluran otot serta (6)
latihan jalan untuk memberi pembelajaran klien dengan teknik
non weight
bearing
sampai full weight bearing

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/89/TrimalleolarFractureRepair.jpg/240px-TrimalleolarFractureRepair.jpg


Manifestasi klinis
Penanganan fraktur ini dilakukan dengan
internal dan eksternal fiksasi,
apabila secara
internal fiksasi maka hal yang terjadi adalah sebagai berikut :
1) Bengkak
Pembengkakan terjadi karena adanya pengumpalan cairan dalam jaringan
tubuh tertentu. Pembengkakan paling sering terjadi pada kaki, bengkak yang
terjadi adalah akibat dari reaksi inflamasi (reaksi pada pembuluh darah sebagai
respons terhadap cedera) sehingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas
vaskuler
(kebocoran vaskuler) yang menyebabkan keluarnya cairan kaya
protein dari pembuluh darah ke jaringan intersisial (eksudasi). Peningkatan
tekanan hidrostatik akibat vasodilatasi akan memperkuat pengeluaran cairan
dari intravaskuler untuk berakumulasi di jaringan intersisial sehingga dapat
menimbulkan bengkak. Selain itu, akibat vasodilatasi (pembukaan dinding
kapiler baru) yang terjadi pada daerah cedera menyebabkan peningkatan aliran
darah sehingga terjadi peningkatan suhu dan kemerahan di daerah inflamasi
(Sjamsuhidajat, 2004; Duton, 2008). Apabila 1 bulan paska operasi masih
ditemukan bengkak, hal ini dikarenakan kurangnya gerak sehingga membuat
gangguan pada aliran balik vena (Smeltzer, 2001).

2) Nyeri
Merupakan suatu rasa yang tidak menyenangkan dan merupakan pengalaman
emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial dan terkadang nyeri digunakan untuk menyatakan adanya kerusakan
jaringan (Parjoto, 2006:). Nyeri paska bedah mungkin sekali disebabkan
oleh luka operasi (Sjamsuhidajat, 2010) dan nyeri menghilang setelah 3-4
hari setelah pemberian obat anti nyeri (Smeltzer, 2001).

3) Gangguan pernafasan
Resiko tinggi komplikasi paru terjadi selama periode paska awal operasi. Hal
ini dikarenakan penggunaan
anastesi umum dan obat nyeri meningkatkan
risiko komplikasi ini seperti halnya pada klien
bedrest, maka diperlukan latihan
pernapasan paska operasi dan
ambulasi yang bertujuan mengurangi risikopneumonia atau atelektasis (Kisner, 2007) dan pada klien fraktur kruris
tersebut dijumpai adanya gangguan pernafasan akibat
anastesi (Sjamsuhidajat,
2010).

4)
Deep Vein ThrombosisTrombosis adalah proses terbentuknya / adanya trombus (bekuan darah) di
dalam pembulu darah sedangkan
Deep Vein Thrombosis adalah trombosis
yang terjadi dalam vena, terutama pada vena tungkai bawah (Sjamsuhidajat,
2010). Trombosis vena di otot betis disebabkan oleh pembiusan lama yang
mengakibatkan aliran darah balik tidak berfungsi baik karena “pompa otot”
tidak berfungsi dalam pembiusan (Sjamsuhidajad, 2010), meskipun ada
peningkatan resiko pengembangan DVT pada semua klien paska operasi
namun dapat ditangani dengan
ankle pumping selama 1 menit setiap hari
karena dapat meningkatkan aliran darah vena serta ambulasi dini sebelum 2
hari paska operasi juga dapat meningkatkan sirkulasi dan mengurangi resiko
DVT (Kisner, 2007).

5) Keterbatasan gerak sendi
Pergerakan sendi dapat dipengaruhi banyak faktor seperti nyeri,
spasme,kelemahan otot, bengkak sehingga gerakannyapun terbatas, jadi diperlukan
gerak pasif untuk menggerakkan sendi. Peran fisioterapi disini untuk

mengidentifikasi penyebab yang mengakibatkan terbatasnya gerakan tersebut
dan membantu menangani keterbatasan tersebut sehingga dapat berkurang
(Porter, 2003). Saat paska operasi adanya nyeri dan bengkak yang
mengakibatkan keterbatasan gerak (Sjamsuhidajat, 2010 ;Kisner,
2007)

6) Penurunan kekuatan otot
Penurunan kekuatan otot diakibatkan tirah baring dan imobilisasi sehingga
kehilangan massa dan kekuatan otot. Karena setiap minggunya terjadi
penurunan kekuatan otot dan massa otot sebesar 10-15% setiap minggunya
(Sjamsuhidajat, 2010; Smeltzer, 2001).

 Komplikasi
1)
Delayed UnionMerupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk sembuh / tersambung dengan baik. Ini disebabkan
karena penggunaaan suplai darah ke tulang tidak lancar.
Delayed Union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.

2)
Non-unionApabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi
konsolidasi sehingga terdapat
pseudoarthrosis (sendi palsu). Pseudoarthrosisdapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama infeksi yang
disebut sebagai
infected pseudoarthrosis.

3)
Mal-unionKeadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang
berbentuk
angulasi, varus/valgus, pemendekan/menyilang misalnya pada
fraktur radius-ulna (Noor, 2012).

4)
Compartment Syndrome
Compartment syndrome
merupakan komplikasi yang paling ditakuti pada
fraktur kruris. Hal ini terjadi karena adanya respon terhadap
trauma pada otot
sehingga mengakibatkan bengkak dalam kompartemen dan menyebabkan
iskemia pada otot. Komplikasi ini dapat meyebabkan kerusakan otot. Kondisi
ini berkaitan dengan adanya nyeri hebat dan perlu untuk dioperasi, terdapat 2
area yang paling ditakuti bila terjadi sindrom kompartemen yakni daerah
lengan bawah dan betis (Gozna, 2000).

5)
Emboli Lemak dan Respiratory Distress SyndromePada penderita patah tulang, hampir selalu terjadi emboli lemak kecil di
pembulu darah kapiler di paru dengan gambaran klinis berupa gangguan
respirasi (Sjamsuhidajat, 2010).

 Prognosis
Hasil klien bervariasi tergantung pada tingkat keparahan cedera beserta
komplikasinya. Tinggi rendahnya cedera berhubungan dengan kerusakan jaringan
lunak, karena itu diperlukan penanganan yang tepat. Cedera yang parah pada
jaringan lunak akan menimbulkan kesulitan untuk kembali ke fungsi normal,
namun hal ini dapat diatasi dengan perencanaan sebelum operasi, kehati - hatian
dan ketelitian dalam teknik pemasangan
internal fiksasi, pemeliharaan dengan
rehabilitasi yang rajin paska operasi, dengan begitu klien akan memperoleh hasil
yang optimal (Ruedi, 2000)
 

Comments

  1. Casino Slot Machines & Games - Mapyro
    With 전라남도 출장마사지 over 90 slot machines, including some of the 대전광역 출장샵 latest 나주 출장안마 slots released by Blueprint, players can 부산광역 출장샵 choose from over 80 casino games such as Slots of Vegas, 성남 출장안마

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

biomekanik spinal cord (columna vertebra)